Sunggu berat sekali tanggung jawab wanita yang baru menikah mengemban tugas banyak adat istiadat. Mungkin kata2 saya ini menuai pro & kontra, sesuai kata dokter yang mengobati penyakit mama saya, beliau berkata "dibandingkan wanita2 lain, wanita bali'lah yang sangat berat tugas2nya"... Jika Anda membaca ini mungkin tau maksud kata2 itu. Jika wanita bali itu sangat kental dengan budaya & adatnya. Tanggung jawab dirumah maupun masyarakat. Pakem adatnya masih kental sampai saat ini.
Saya juga merasa seperti demikian, disaat saya masih punya anak balita yang aktif & saya harus mengawasi setiap detik. Disamping itu saya jg menjalankan tugas pure sebagai ibu rumah tangga & beserta tugas adat istiadat. Terkadang rasa capek itu ada. Dan saya kadang merasa dituntut harus bisa. Wanita bali harus bisa mejejaitan, harus bisa nanding Banten, harus bisa mebanten, harus bisa mebanjar, harus bisa nguopin.
Semua itu benar2 hal yang sangat baru bagi saya, dimana masa transisi saya sebagai wanita mandiri berpenghasilan lalu menikah karena perbedaan adat & budaya setiap daerah, jadi saya harus belajar dari nol...
Ada yang tau rasa pait, manis, asam hidup dipisage.. Kadang ada dari mereka yang beruntung punya suami termasuk mapan finansial, ada juga yg kurang beruntung harus ikut membantu mencari nafkah membantu meringankan beban suami, & ada yang kaya 7 turunan hidup dipermudah dengan bala bantuan. Tak disangkal uang itu selalu berbicara... Karena uang semua jadi mudah bukan?
Sekarang membahas wanita yang menikah & hidup dipisage. Misalnya wanita bali yang berkarir otomatis dia akan lebih lelah dalam memanage waktu kerja & rumahtangganya. Entah itu karena masalah keuangan, bekal pendidikan tinggi yg diberikan orangtuanya agar tak sia2 jadi dia bekerja, atau masalah harga diri demi untuk membeli bedak atau lipstik.
Saya kadang kurang suka kalau penilaian beberapa orang mgkn menganggap wanita menikah & hidup dipisage itu tidak bekerja, tidak punya penghasilan & hanya menghandalkan suami untuk beberapa rupiah adalah orang malas. Mungkin penilaian orang demikian termasuk dangkal karena banyak tugas sebagai wanita bali yang masih terikat adat istiadat kental sulit untuk lepas itu merupakan bentuk tanggung jawab masing2 individu.
Kadang ada yang menilai negativ bekerja tapi selalu absen untuk urusan adat, saya juga kurang setuju. Lalu jika individu itu orang yg kekurangan memang hidup untuk bekerja demi sesuap nasi apa patut untuk disalahkan jika dia absen.
Wanita bali itu wanita yang super, tangguh, mampu melayani keluarga & masyarakat. Walaupun ini sudah jaman modern kebutuhan hidup mulai meningkat.
Wanita dipisage itu adalah wanita2 kuat, mereka tegar menghadapi kenyataan hidup meninggalkan ke-2 orangtua yg sudah melahirkan & mengasuh mereka hingga besar, lalu mereka hidup dikeluarga orang yang baru entah dengan segala, kebaikan, pujian, cobaan & cemoohan dari orang baru, mereka tetap hidup menjalani tugas & tanggung jawabnya sebagai wanita bali.
Lalu bagaimana dengan orang2 yg menilai wanita ini buruk, apakah sudah merasakan bagaimana manis, pait & asamnya hidup dipisage?
Kesetaraan gender hmmm, banyak juga kaum wanita bilang begini... Bagaimana kalau Anda sebagai wanita disuruh angkat galon tiap hari, nguli, atau suami berganti peran sebagai BRT (bapak rumahtangga) ibu2nya yg banting tulang, saya kurang setuju juga untuk kesetaraan gender. Saya lebih suka wanita itu dihormati diberikan tempat yg layak, coba deh rasakan sakitnya saat melahirkan seorang anak, sungguh luar biasa supernya kekuatan seorang wanita. Tetapi dengan semua pengorbanan & tanggung jawab itu diatas terkadang tetap saja penilaian wanita itu dikeluarga oranglain dianggap remeh, tidak bisa apa2, sampah, menyusahkan, makin memberatkan, menambah masalah, dan lain-lain. padahal wanita2 inilah yg akan mengemban tanggung jawab berat dikeluarga besar kemudian hari & melanjutkan generasi penerus dikeluarga mereka. Dan sebetulnya sudah pasti apa yg diremehkan itu juga ujung2nya terbantahkan & bisa melakukan semua pekerjaan maupun tanggung jawabnya.
Sungguh Malang nasib wanita2 bali dipisage, wanita mahkluk yang lemah.
Seharusnya wanita bali itu ditempatkan diposisi utama sebagai wanita yang berperan besar untuk urusan ke Tuhanan, keluarga ataupun masyarakat.
Tetapi melihat beberapa sebagian besar wanita dipisage seperti diperlakukan luh = leluu (sampah), lelahnya tak dihargai & banyaknya tuntutan hidup harus bisa ini itu. Entah berasal dari keluarga kaya/ miskin tetap penilaiannya wanita dirumah oranglain tak memiliki kehebatan/ peran penting dalam keluarga maupun masyarakat bagi sebagian orang jika belum bisa menyukseskan dirinya sendiri, tanpa bantuan suami tentunya...
0 comments:
Post a Comment