Saturday, March 25, 2017

Melahirkan normal setelah caesar (Pengalaman VBAC) perbedaan persalinan pertama dan kedua


Finally 40w2d saya melahirkan putri tercinta. Setelah sebelumnya galau dan menangis seperti wanita sedang pms uring-uringan memikirkan proses persalinan yang akan saya jalani. Karena sudah hpl saya jadi pesimis persalinan yang ke 2 akan berakhir caesarea juga.
Ok saya flash back ke belakang tentang penyebab persalinan pertama saya yang caesarea. Jujur saya masih terlalu awam untuk tau masalah persalinan dulu, saya kurang memberdayakan diri. Disamping itu pula mama saya sendiri punya riwayat 2x caesar melahirkan saya dan adik saya, karena panggul sempit. Saya juga mengalami yang namanya stress saat hamil dari konflik keluarga yang turut campur tidak jelas lalu berlanjut sampai ke depresi. Dimana-mana yang namanya kehamilan itu harusnya dijalani dengan happy. Namun yang ada hanya sedih & emosi bergejolak. Masalah yang lainnya lagi, sebenarnya saya sudah punya dokter (masih saudara ibu tapi saudara jauh, sebut saja om dokter) tetap setiap kali kontrol, dan menjelang hari-hari kelahiran anak pertama saya ada sedikit intervensi dari FIL (-_-) tentang memilih rumah sakit bersalin agar mencari rumah sakit terdekat, masalahnya dokter saya ini tidak bekerja dirumah sakit swasta tersebut. Otomatis saya menjadi pasien operan, dan akhirnya dokter saya merekomendasikan temannya yang bekerja di RS tersebut supaya persalinan saya dibantu. Saya sempat kecewa gak om nya yang handle apalagi sudah nyaman. Jadi saya mengalah saja mungkin ada benarnya masukan in law karena berpikir melahirkan itu sesuatu yang gawat darurat mesti masuk RS terdekat, masalahnya ternyata saya tidak ada koneksi antara dokter yang baru dengan yang lama, karena bertemu hanya pada saat persalinan saja. Ditambah lagi masalah-masalah akan dicekoki ramuan-ramuan seperti rumput fatimah atau mitos-mitos pelancar persalinan sejenisnya sama MIL. Dari awal sampai akhir masalah saya ini adalah kehamilan yang tidak happy, penuh emosi yang tidak stabil, kesedihan, tidak ada koneksi antara dokter, tidak memberdayakan diri, pesimis, stress, cemas, dan takut. Alhasil saya tidak bisa menikmati kehamilan & persalinan. Menjelang hari kelahiran anak pertama saya, yang saya rasakan itu cemas, panik, tidak ada persiapan untuk makan sebagai asupan tenaga. Pada saat itu flek kontraksi dimulai subuh. Saya berangkat ke RS ketika flek keluar dan terasa keram seperti orang haid. Sampai dirumah sakit, saat vt ternyata bukaan baru 3cm. Baru 3cm saja saya sudah merasa kesakitan luar biasa. Di VT saja saya kesakitan, apalagi bukaan lengkap... Saya sempatkan diri untuk sedikit berjalan-jalan keliling didalam RS. Lalu masuk ruang bersalin kontraksi makin menguat, nafas tidak saya atur, bidan dan perawat hanya keluar masuk ruangan. Tidak menyiapkan alat-alat untuk persalinan. Seolah-olah cuek, tidak ada aba-aba untuk mengontrol nafas. Hanya sekedar pegang-pegang perut lalu keluar lagi. Kontraksi yang saya rasakan ini seperti tanpa jeda. Saya menangis mengeluh kesakitan. Seorang perawatpun berkata "iya buk, ini nanti akan makin sakit." Saya pun menangis sejadi-jadinya. Dokter pun datang dan melakukan vt mengecek bukaan, saya pun kesakitan karena vt. Dari bidan sampai dokter yang melakukan VT gak ada enaknya sama sekali, terasa kasar & menyakitkan. Pas dokter sesesai VT tiba-tiba ketuban sudah pecah mereka tidak ada mempersiapkan apapun diruangan tersebut. Hanya mondar mandir beberapa kali. Saya menangis merasa tidak kuat menahan kontraksi sambil memegang tangan suami dan mencakarnya, akhirnya saya menyerah padahal ketuban sudah pecah. Perawat pun meminta persetujuan pihak keluarga untuk segera dilakukan caesar. Untungnya tim operasi sudah datang saat itu.
Didalam ruang operasi pun saya gelisah, saya bertanya "apa saya udah dibius belum?"... salah satu dokterpun berkata belum, lalu dia menyiapkan bius. Karena saya kesakitan badan saya bergerak-gerak menahan rasa sakitnya kontraksi dan rasanya ingin sekali mengejan, dokter pun jengkel menyuruh saya diam agar tidak bergerak-gerak. Agar bisa memasukkan jarum anestesi ditulang belakang. Seketika saya mengigil, bius pun bekerja dan dilakukanlah operasi. Nggak lama anak saya pun lahir. Setelah selesai oprasi masuk keruangan pemulihan saat itu saya ditanya oleh salah satu perawat, apakah air susu saya sudah keluar atau belum. Saya bilang belum, dan ditawarkanlah sufor.
Setelah 3hari rawat inap dirumah sakit, dimulailah dilema-dilema baby blues saat sudah dirumah. Penyebabnya keluarga yang kurang edukatif dalam merawat bayi. Saya sebenernya nggak suka berdampingan dengan orang paranoid, panik dan tidak sabaran. Saya hanya butuh support dan bantuan orang-orang positif untuk bisa merawat bayi. Karena dimana-mana seorang wanita pasti memiliki naluri keibuan ketika merawat anaknya asal sabar dan nggak panikan. Jadilah saya terserang baby blues karena lingkungan keluarga yang kurang edukatif tersebut. Kalau diceritakan terlalu panjang problemnya, karena mind set saya yang berbeda cara dengan yang lain dan saya selalu mengikuti saran dari tenaga kesehatan.
Berbeda dengan kelahiran anak kedua saya. Merasa kapok diintervensi urusan rumah sakit bersalin karena in law, saya betul-betul memberdayakan diri. Sebelum hamil saya sudah sering menonton youtube bagaimana proses seorang wanita melahirkan dengan natural, saya benar-benar kagum melihat wanita sebegitu hebatnya bisa melahirkan anak berkali-kali secara normal seperti tanpa merasa sakit ataupun trauma bahkan ada yang sambil bernyanyi, luar biasa sekali. Dan saya menemukan artikel di internet bahwa sekali caesar belum tentu caesar kembali. Itu hanya untuk ungkapan para ibu-ibu dimasalalu, karena dulu caesar itu jaritan perutny tegak lurus dari atas ke bawah atau vertikal... Karena oprasi caesar pertama saya adalah melintang dibawah atau horizontal kemungkinan bisa melahirkan normal itu 70-60%. Dan VBAC ini harus dengan syarat jarak anak pertama minimal 24bulan, tanpa induksi, berat janin tidak boleh lebih dari 4kg, bekas jaritan sc melintang memanjang dibawah atau horizontal, ketebalan rahim memenuhi syarat. 
Ketika usia 6bulan kehamilan, saya berpindah dokter yang betul-betul pro normal. Diusia 7bulan saya disarankan untuk ikut senam diklinik tempat prakteknya dokter, yaaa walaupun saya datang kadang 2minggu sekali tapi dengan dibarengi niat ingin persalinan yang alami saya juga melakukan olahraga dirumah, sering jalan kaki, belajar tehknik pernafasan, selalu mendengarkan affirmasi positif, dan relaksasi. Ketika diusia kehamilan 36week salah satu teman saya yang bernama kadek sudah melahirkan duluan, saya menjadi galau. Ketika usia kehamilan 39week pas dengan jadwal kontrol mingguan tapi belum ada tanda-tanda gelombang cinta yang sesungguhnya, berat janin sudah 3,7kg saya menjadi semakin khawatir sampai-sampai saya bertanya dengan dokter, "dok beratnya udah 3,7kg apa bisa lahir normal?"... dokter senyum "pasti bisa"... di uk 39week saya makan 1 buah nanas membuat perut saya mulas ingin kebelakang. Dan ketika selesai bab tanpa sengaja saya liat ada lendir darah sedikit itupun keluar pas kalau ngeden bab. Saya kira akan melahirkan hari itu. Dan kontraksi ternyata enggak muncul.
Diumur kehamilan 40week saya makin menjadi galau menangis sejadi-jadinya seperti orang yang sedang PMS, karena 3hari berturut-turut sebelum bayi saya launching saya seperti orang yang putus asa. Suami selalu menenangkan saya tapi masukan positifnya tidak masuk keotak. Padahal semua cara saya usahakan selama kehamilan sedari umur 38week saya makan nanas untuk induksi alami tidak juga datang kontraksi yang intens, jalan kaki, jogging, renang, gymball, ke salon. 40week saya mencoba cara lain untuk pijat refleksi, memang ada konpal rasanya agak sakit saya kira sekarang harinya ternyata enggak, flek pun keluar sedikit masih sama lendir itu selalu keluar pas selesai bab. Ketika sudah hpl 40week 1day ada teman saya yang namanya koming, kebetulan dia juga kontrol didokter yang sama dengan saya, diumur kehamilan sama hanya beda beberapa hari sudah melahirkan duluan di uk 40week 1day.
Saya buat status galau di bbm tiba-tiba teman saya bbm yang bernama novi, dia yang telah memperkenalkan saya dengan dokter ini, dan dia sudah melahirkan berbulan-bulan lalu, dan dulu pernah lewat hpl di suruh makan tomat cherry sama dokter besoknya mau kontraksi tapi gagal persalinan normal pada bukaan 10cm karena tali pusar yang pendek. Segera saya bbm suami untuk membelikan tomat cherry. 1hari minum jus enggak ada tanda-tanda. Suami sudah daftar untuk kontrol, diumur kehamilan 40week 1day makin galau karena sudah 1hari lewat hpl. Setelah kontrol ada yang berubah bb janin jadi 3,2kg. Saya sampai nanya sama dokter "dok kok beda? Minggu lalu 3,7kg sekarang kok turun bisa 3,2kg"... beliau jawab "iya usg tidak selalu tepat selisihnya bisa 300gr". Lalu dokter bilang posisi sudah face down tinggal siap meluncur saja ini. Selesai usg kembali suami tanya-tanya sambil nunggu dokter yang lagi nulis-nulis. Suami saya nanya "kalo belum lahir kira-kira gimana dok?".. Dokter:"masih bisa kita tunggu sampai 2minggu lagi, kita liat 3hari lagi".. Suami: "iya ni dok istri saya gak sabaran soalnya udah kayak orang panik, pikirannya udah takut dicaesar aja"... Dokter: "gak boleh panik, hamil harus relax tenang, pelan-pelan dipanggil kontraksinya"... saya sih manggut-manggut aja, bener-bener sabar banget dokternya betul kata orang-orang yang bahas dokter ini di forum-forum atau tread yang bahas tentang kehamilan diinternet.
Dan malamnya ternyata kontraksi palsu lagi sama seperti hari-hari sebelumnya. Pagi-pagi suami berangkat kerja, anak sekolah. Tiba-tiba mulut saya nyeletuk "kalo aku lahiran sekarang mesti menghubungi siapa, klo aku nelepon ayank gak papa? Nggak ganggu kerjaannya nanti? Bisa nganter?"... Suami: "iya gak apa bisa kok, tapi kondisi aku kan jauh, masih ada bapak atau mama dirumah bisa cepet anter ke RS". Saya merasa jam 10 pagi seperti gelombang cinta namun durasinya masih agak lama belum intens. Saya panggil kontraksi supaya lebih intens dengan duduk digym ball dan melakukan gerakan-gerakan dance. Merasa kontraksi palsu lagi tapi masih belum teratur jedanya. Tiba-tiba ada telepon dari ibu guru katanya anak saya sakit, posisi lagi hamil jadi ibu guru mau anter anak saya pulang. Lalu saya telepon suami bilang kalo ady lagi sakit, suami bilang saya harus tenang nggak boleh panik apalagi sudah merasakan tanda-tanda gelombang cinta, ya setelah saya nelpon suami suami otomatis nelponin ortunya dooong supaya handle anak saya karena saya lagi hamil. Datenglah MIL beserta artnya. Oh my God datang-datang paniknya luar biasa, posisi saya saat itu sedang mau sembahyang mengaturkan sesaji, ditanya "mana ady?" ampe masuk kamar, ditengok enggak ada. Saya bilang ady lagi diperjalanan dianter gurunya.. terus ditanya "emang gurunya tau alamat rumah disini?", suasana rumah seketika heboh dengan tujuan ingin nyusul menjemput ady tapi takut nggak ketemu, atau saling nunggu dijalan. Padahal saya sudah bertanya sama ibu guru apakah anak saya masih aktif atau enggak, kembali saya kepikiran affirmasi positif yang disampaikan suami supaya saya tenang jangan panik. Duuhh rasanya sudah menciptakan suasana tenang tidak panik dalam diri diguncang lagi dengan kedatangan MIL. Saya yakinin diri anak saya nggak kenapa-kenapa.
Akhirnya anak saya dateng juga, eh ternyata dia boncengannya enggak duduk dibelakang malah berdiri didepan. Saya liat raut mukanya masih kuat walaupun lagi panas. Sempet bicara-bicara sama bu guru didepan rumah sampai bu guru pamit pulang dan saya tidak lupa mengucapkan terimakasih. Didalam rumah saya mencari stok obat penurun panas ternyata enggak ada. Mil langsung mau bawa ke rs. Saya juga bilang saya ini lagi kontraksi, enggak tau mau melahirkan sekarang atau enggak. Otomatis mereka kaget lagi. Mil pesen supaya saya ada apa-apa nelepon orang dirumah. Ya saya iya-iyain aja, mending saya sms bapak saya toh lebih nyaman sama ortu sendiri. Ternyata bener gak salah pilih saya, wong bapak saya gesturnya berasa calm dan adem gitu, hehehe. Lalu Mil pergi anter ady ke poliklinik saya lanjut pancing kontraksi duduk-duduk digymball. Jam 12 udah mulai kontraksi intens, saya sudah mandi, dandan, pakaian rapi, barang-barang buat ke rs udah siap. Saya duduk digym ball sambi ngecat kuku, denger musik, denger affirmasi positif, atur nafas tiap kontraksi 15 menit. Padahal saya bbm bapak itu rasanya baru saja, beberapa jamnya langsung dateng sama mama. Yup mama, ini juga salah satu penyebab saya dulu caesar karena minimnya edukasi yang diberikan mama, katanya melahirkan identik dengan sakit. Mungkin karena gak tega kali lihat anaknya kesakitan karena melahirkan, mama sendiri udah 2x caesar karena panggul sempit. Padahal anak ke 2 udah bukaan lengkap gagal karena panggul sempit.
Pas ortu dateng lanjutin duduk di gym ball terus mama tidur-tiduran dikamar. Saya liat jam tangan kontraksi kok gak teratur, saya suruh mama buat liat jam sambil ngitung kontraksinya, untung saya sudah download aplikasi kontraksi berbulan-bulan lalu jadi perhitungannya tepat. Ternyata intervalnya sudah 5menit sekali, mama juga udah ngitung 5menit dari jeda saya narik nafas dan melakukan teknik mengaum. Mama sudah nyuruh ke Rs tapi saya tetep kekeuh dirumah sembari ketar ketir juga. Saya lalu duduk ditempat tidur... plugggg bener aja ketuban pecah. Nah mulai panik, buru-buru nelpon suami tapi enggak diangkat karena rapat kantor. Jadi saya mutusin dianter bapak. Rada panik sih apalagi ketuban pecah. Berusaha mengurangi gerakan cuma duduk diem. Untungnya rs deket dari rumah. Kira-kira 3x kontraksi dalam perjalanan. Dalam perjalanan mama saya udah ngomel-ngomel harusnya dari tadi dirumah sakit. Saya mau marah liat mama panikan tapi saya berusaha nahan diri buat sabar, karena dalam situasi apapun tidak boleh ikut panik. Pikiran harus tenang dan relax. Itu juga salah satu kunci suksesnya melahirkan. Sampai di Rs turun dari mobil segera saya minta wheelchair sama petugas yang jaga didepan karena posisi ketuban sudah pecah itu artinya gak boleh jalan. Masuk ruangan VK duhhh lengkap bidan udah nongkrong standby. Disuruh ganti baju dan kencing, liat pembalut udah meleber ketuban yang masih jernih. Langsung naik bed terus di VT, bukaan 7cm suami tiba-tiba nongol udah acungin jempol aja, suami ternyata langsung nyusul pake motor dari kantornya. Wihhh kalo bukan karena dia salah satu orang yang gak capek-capek ngoceh supaya berpikir positif dan tenangan gak bakalan sukses lahiran normal. Sempet bingung di menit-menit bukaan hampir lengkap karena nafas cepat udah kalah sama rasa kontraksi, jadi pake tehknik nafas yang ketika menghembuskan harus berucap HAHHHH.... HAHHHH... HAHHHH... itu karena bidan yang kasi tau kalo enggak bisa teriak saya. Tapi saya berusaha relax. Sampai-sampai bidan bilang "saya pinter"... hahaha.
Dijeda-jeda kontraksi hilang itu saya sempet-sempetnya makan, sambil disuapin mama. Saya suruh suami beli coklat buat saya, padahal saya udah siapin ditas tapi ketinggalan dimobil. Suami dateng giliran deh ngurus saya, mama duduk diluar. Giliran suami nemenin terus minta minum lagi. Teh manis anget. Ini teh ke-2 setelah snack yang pertama dateng. Roti nggak abis, yang masuk cuma minuman. Disela-sela kontraksi teh yang ke2 ini panas dan gak manis saya bilang, bidannya ampe ketawa. Suami juga ketawa, mungkin dipikirannya orang-orang saya lagi sakit-sakit melahirkan masih sempet aja komplain. Dan sempet-sempetnya bersendawa bilang 'excuse me'. Senyum-senyum lagi tuh bidan. Terus saya minta pasangin oksigen pula, parnok takut sesak karena dulu berasa dulu bodo waktu melahirkan diatur nafasnya malah kebanyakan nangis. Saya saja heran dan baru inget kok bisa ya kelakuan saya yang banyak request gitu 😂😂😂 namanya juga melahirkan ibarat lari maraton ya. Kontraksi makin menjadi saya otomatis bilang pengen ngeden duoonkk, sembari di VT dari jam 3an masuk Rs 30menit ternyata bukaan lengkap. Ditanya deh sama bidan "sudah diajarin cara ngeden?", saya bilang sudah. Bidan nyuruh coba ngeden, saya ngedennya dibilang salah. Karena gak pake suara dileher. Beberapa kali belajar sama bidan buat ngeden, lama ditunggu akhirnya dokterpun dateng, 3x ngeden sama dokter lahirlah bayi dengan berat 3,9kg panjang 49cm. Wahahahah sesuai ekspektasi saya beratnya. Oh iya suami sempat merekam proses meluncurnya baby itupun baru inget kalo engga disuruh sama bidan hehehe. Bidannya baik ditemenin terus saya sempet salaman buat kenalan tapi saya lupa namanya.
Saya percaya vbac itu akan mulus jalannya ketika kita minta sama Tuhan berpasrah dan iklas dengan hasil akhir apa yang akan didapat. Tapi sebelumnya wajib untuk berusaha keras supaya tercapai cita-citanya untuk bisa menjadi persalinan normal. Jangan pernah dengar omongan pesimis sekali caesar pasti caesar, karena sudah terbukti banyak yang sukses bersalin normal setelah caesar. Harus punya teman-teman yang support, hehehe kayak saya nyemangatin mereka dan sebaliknya mereka nyemangatin saya apalagi kontrol dokternya sama. Jangan pernah stress saat hamil karena berpengaruh dengan janin. Pilih dokter yang betul-betul sabar dan pro normal. Pilih Rs yang betul-betul Pro IMD, gentle birth, nyaman, tenaga kesehatan yang aware care dengan pasien. Jangan seperti pengalaman saya yang pertama, bersalin di salah satu Rs swasta berakhir dengan caesar, karena 2 ipar saya yang juga pernah bersalin di Rs tersebut di induksi tanpa bukaan ujung-ujungnya berakhir caesar juga, bahkan saya dapat info dari suami bahwa ada tetangga ortunya yang hampir bersaamaan umur kehamilannya dengan saya melakukan persalinan di Rs itu juga secara caesar tapi kita enggak tau indikasinya apa, dari sekian banyak orang saya jadi bertanya-tanya kok semua sc ya?... Lalu terakhir hal yang wajib supaya bisa melahirkan secara normal itu memberdayakan diri menggali semua informasi tentang proses persalinan. Selalu dengarkan affirmasi positif, self hypnosis. Suami harus lebih penyabar dan selalu mendukung...